Sweetheart

Langkah kaki Jarell terhenti begitu indera penciumannya mendapati harum tumisan sebuah masakan. Suara benturan spatula dengan wajan yang menghampiri telinganya membawa langkah kaki Jarell ke arah sumber suara dan harum tersebut.

Kedua sudut bibirnya tertarik mendapati sosok wanita yang tengah memasak di dapur itu.

“Eh, udah pulang?” tanya Alea saat menyadari kehadiran suaminya.

Jarell melepas jas yang ia kenakan dan menyimpannya ke atas meja makan, melonggarkan dasinya kemudian membuka dua kancing teratas kemejanya.

Cup.

Alea tiba-tiba terdiam saat benda lunak itu menyentuh tengkuknya yang terbuka bebas karena malam itu Alea menggulung seluruh rambutnya menjadi satu.

“Kak?!”

Kekehan pelan terdengar jelas di telinga kanan Alea. Lagi, pria itu mengecup pelan tengkuk Alea sambil melingkarkan lengannya di perut wanitanya dan terakhir mengecup bahu kanannya.

“Bisa diem dulu gak?”

“Enggak.”

Alea mengerucut pelan, “kak, aku lagi masak loh?”

“Ya udah, masak aja. Aku liatin.”

“Gak bisa gerak tau, nanti kalo gak selesai-selesai gimana?”

“Gak masalah, lagian aku maunya makan yang lain.”

Mendengar hal itu, Alea langsung menolehkan kepalanya. Terlebih, ada sesuatu yang membuat Alea berpikir bahwa malam ini akan menjadi malam yang panjang. “Yang bener aja deh kak!”

Jarell tertawa pelan dengan suara rendahnya. Pria itu kemudian mematikan kompor dan menarik tubuh Alea agar menjauh dari sana. Kini keduanya saling berpandangan, menghantarkan rasa sayang lewat tatapan masing-masing. Seolah mereka akan kehilangan satu sama lain di esok hari.

I'm so lucky to have you, Alea.

Alea tersenyum pelan, kedua lengannya ia kalungkan ke leher si Pria. “Me, too.

Can i?” tanya pria itu.

Sure, go ahead.

Jarell tersenyum puas mendengar jawaban Alea. Lantas pria itu kemudian mengecup pelan kedua kelopak mata Alea berlanjut ke hidung dan berakhir di bibir ranumnya. Candu, manis, beribu kali Jarell merasakan benda lunak itu rasanya tetap sama.

Lengan yang sejak awal hanya berdiam diri di pinggang Alea kini naik menuju rahang wanita itu, mengelusnya pelan kemudian kemudian berlanjut ke bahunya dan menarik ke bawah gaun tidur satin berwarna peach itu sampai akhirnya tanggal, tergeletak tak berdaya di atas lantai dapur.

“Cantik,” ucap Jarell setelah tautan keduanya terlepas.

“Wangi, wangi peach, I like it,” ujar Jarell setelah mengendus pelan ke tengkuk Alea.

“Sshhh...”

Desis pelan yang keluar dari mulut wanitanya itu sontak menginterupsi aktivitas Jarell. Ia lupa suatu hal, bahwa mencium leher Alea adalah kesalahan yang fatal, mengingat sebuah tragedi yang membuat Alea cukup merasa 'sedikit' trauma.

I'm sorry sweetheart, my bad,” ucap Jarell kemudian mencium kening Alea cukup lama.

“Kak?”

Yes sweetheart?”

“Gapapa, lanjut aja.”

Kening Jarell berkerut, “tapi kan—”

It's okay, aku udah lupain kejadian itu,” sanggah Alea.

Jarell kembali mengecup bibir ranum wanitanya, menekan tengkuk Alea perlahan agar tautan mereka semakin dalam.

Give me your safe word, first.

Alea terdiam, berpikir kira-kira kata apa yang akan dia gunakan untuk malam yang panjang ini.

“Peach.”

Jarell tersenyum kemudian menggendong tubuh Alea dan membawanya ke area kamar. Meninggalkan masakan yang belum selesai dan gaun tidur Alea yang masih tergeletak di atas lantai dapur.

Ia letakkan tubuh Alea secara perlahan ke atas ranjang, seolah tubuh istrinya itu sangat rapuh. Dikecupnya lagi kedua kelopak mata Alea, dan berakhir dengan saling melumat bibir satu sama lain. Menyalurkan sebuah rasa yang semakin hari kian membumbung tinggi.

Lengan Alea tak hanya diam, ia menanggalkan seluruh kemeja Jarell hingga half-naked. Mengelus permukaan tak rata pada bagian perutnya dan berakhir pada bagian selatan pria itu dengan sedikit meremasnya.

“Hey?” panggil Jarell yang cukup terkejut dengan aksi wanitanya. Alea tertawa pelan namun hal itu tidak membuat kegiatan mereka terhenti. Jarell menang atas seluruh tubuh wanitanya yang kini kehilangan semua perca yang menempel di kulitnya.

Seluruh tubuh bagian atas wanitanya itu telah habis dijamah. Dikecup, dijilat, bahkan diisap sampai menimbulkan bekas kemerahan.

“Ngghh, kakh Jarell.”

Jarell tersenyum penuh kemenangan saat bagian selatan wanitanya berhasil dia kuasai, “yes, sweetheart. Say it louder.

“Kak, plishh nghh.”

Satu jarinya berhasil menyogak bagian selatan wanita itu. Membuat sang pujaan hati melengguh memanggil nama Jarell dengan lantang.

Fasterh kak.”

“Kayak gini?” tanya pria itu sambil mempercepat jarinya.

“Kak, mau ahhh-”

Cum for me sweetheart, come on.

Jemarinya meremas seprai, matanya tertutup rapat sementara mulutnya melantangkan nama sang tuan diakhiri lengguhan.

Yes, sweetheart like that.

Masih dengan nafas yang terengah-engah Jarell kembali mengecup seluruh permukaan wajah Alea sambil sesekali jemarinya mengelus dan meremas dadanya.

“Cantik,” ucap Jarell sebelum menanggalkan perca terakhir yang masih melekat di tubuhnya.

“Ngghh,” Alea kembali melengguh kala Jarell malah mempermainkannya.

“Masukin.”

“Gimana?” tanya Jarell masih dengan mempermainkan Alea dengan menggesek pelan kedua kepemilikannya.

Just fuck me right now!

Lagi, Jarell terkejut karena Alea tidak seperti biasanya. Malam ini nampak lebih berani.

Sweetheart, I was trying to go slow.

Sure, do what you want, Kak.”

Lengguhan pelan dari keduanya terdengar mengiri menyatunya kepemilikan mereka. Sesak, rasanya sangat sesak.

“Aku nyakitin kamu gak?” tanya pria itu, memastikan agar wanitanya merasa nyaman dan tidak merasa tertuntut.

No, feel so fine.”

Jarell kembali melumat bibir ranum itu sambil perlahan menggerakan kepemilikannya di bawah sana. Bukan hanya Alea yang merasa sesak, Jarell pun begitu.

“Al nghhh.”

Fuck! Sshhh kak!” pekik Alea saat Jarell mempercepat temponya. Cepat, sampai terdengar suara decitan.

Please—ah.”

My name, say it.

“Jarellhh, ahhh.”

Yes, sweetheart.

Butuh waktu yang tak lama bagi Alea untuk kembali mendapatkan pelepasannya, namun tidak bagi Jarell. Pria itu belum mencapai puncaknya. Maka dari itu Jarell membawa Alea untuk berganti posisi. Mendudukkan wanitanya di atas tubuhnya seraya menyatukan kembali tautan yang sempat terputus itu.

“Kayak gini, jauh lebih cantik.”

“Kalo enggak gini gak cantik?”

“Cantik, selalu cantik.”

Alea mencondongkan tubuhnya untuk mengecup rahang dan menggesap leher Jarell. Sesekali tangannya bergerak nakal untuk mengelus bagian tak rata pada perut suaminya itu.

“Sshhh, ride me sweetheart.

Sure.

Alea meletakkan kedua lengannya di atas bahu Jarell sebagai tumpuan. Perlahan ia membawa tubuhnya naik kemudian turun lebih rendah dengan tempo pelan, lalu lebih cepat setiap detiknya.

“Oh God—”

Yes, sweetheart like that—mmhhh.”

“Hnggg— I can't.”

Erangan rendah terdengar begitu jelas di telinga Alea saat wanita itu meletakkan kepalanya di bahu Jarell. Jarell pun membantu wanitanya agar mereka segera mendapat puncaknya.

Berkat bantuan Jarell itu membuat sebuah simpul imajiner di bagian bawah tubuhnya semakin mengetat. Alea makin merapatkan tubuhnya dengan tubuh Jarell. Dengan tempo yang semakin tak beraturan, Jarell mendekap erat demi menjaga keseimbangan keduanya. Hingga akhirnya sebuah gelombang euforia berhasil menghempas keduanya.

“Ahhh—”

Alea menyandarkan seluruh tubuhnya yang lelah pada dada bidang milik Jarell dengan bagian selatan mereka yang masih bertaut. Wangi feromon bercampur parfum maskulin menusuk indera penciuman Alea.

Kecupan pelan Jarell berikan pada puncak kepala Alea. Dengan keadaan seperti ini pun wangi Peach masih menjadi dominan dari pada yang lainnya.

Did I hurt you?” tanya pria itu dengan nafas yang masih tersenggal.

No.

Sound great, kalo gitu ayo lanjut.”

“KAK!”

***

©Pchss_