Interlude

Gue, hidup?!

Sadena melirik ke seluruh sudut ruangan yang nampak tidak asing. Ruangan putih, dengan bau obat-obatan. Jelas, dirinya tengah berada di rumah sakit.

Namun hal yang membuatnya mengerutkan kening adalah, tubuhnya yang nampak berbeda dan tidak nyaman. Ia memperhatikan sepuluh jemarinya kemudian lengan dan kakinya.

“Aneh ba—”

Mata Sadena terbeliak saat ia merasa suaranya terdengar berbeda. Jauh lebih berat. Maka dari itu Sadena segera mendudukkan dirinya, kemudian mencari sesuatu yang dapat memperlihatkan wajahnya.

Kepalanya bergerak, lantas menemukan sebuah ponsel yang tergeletak di atas nakas. Dari layarnya yang hitam Sadena mampu melihat pantulan wajahnya yang sontak membuat Sadena melempar ponsel itu.

“Ini, bukan gue.”

Untuk memastikan kebenarannya, Sadena kembali meraih ponsel itu. Layarnya menyala, namun masih terkunci.

29 November 2024

Tiga tahun semenjak kematian Sadena.

“Pake di pin segala.”

Sadena menggaruk kepalanya sambil berpikir pelan bagaimana dia bisa membuka ponsel tersebut. Ia kemudian kembali bertatapan ponsel tersebut, mencoba membukanya barang kali ponselnya menggunakan fitur face recognition.

Sayangnya hal itu tidak berhasil.

Sadena kemudian mencoba menempelkan jarinya di bagian sidik jari.

Dan yap!

Ponsel tersebut terbuka. Buru-buru Sadena membuka kamera dan benar saja. Jantungnya nampak berdetak lebih kencang dengan mulut yang menganga cukup lebar.

Arwahnya, terjebak dalam tubuh seorang anak SMA.

©Pchss_